Minggu, 05 Maret 2017

Kesusastraan Sebagai Mukjizat Al-Quran

Mukjizat adalah kejadian di luar nalar pada seorang nabi dan rasul untuk membuktikan kebenaran risalah dari Allah SWT. Mukjizat terjadi ketika nabi atau rasul terjepit dalam kondisi yang sulit. Nabi Musa membelah lautan ketika ia terpojok di tepi laut merah saat dikejar oleh Firaun dan tentaranya, nabi Ibrahim tidak bisa lagi menghindar ketika ditangkap oleh raja Nambruz, ketika dibakar tubuhnya tidak merasakan api yang panas.

Mukjizat yang Allah berikan juga disesuaikan dengan keahlian dan trend masyarakat pada waktu itu. Nabi Isa hidup di jamam kedokteran dan pengobatan, kemudian Allah memberikan mukjizat kepadanya berupa keahlian menyembuhkan penyakit, bahkan dengan izin Allah nabi Musa bisa menghidupkan orang yang sudah meninggal. Nabi Muhammad hidup pada masyarakat yang memiliki keahlian dalam ilmu sastra, kemudian al-Quran diturunkan kepadanya, sebagai kitab yang mengandung nilai-nilai sastra yang tinggi.

Al-Quran prinsipnya Shalihun li kulli zaman wa makan, selalu relevan dalam setiap keadaan. Menurut Emha Ainun Nadjib, satu ayat dalam al-Quran bisa menjawab semua permasalahan apapun. Tapi masalahnya kekuatan nalar manusia sangat terbatas sehingga apabila ada penafsiran-penafsiaran yang jauh keluar dari teksnya dianggap salah atau keliru, padahal berbicara tentang tafsir tidak ada istilah benar atau salah, tapi relevan atau tidak relevan.

Sekarang ini adalah era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai teori dan penelitian banyak dikembangkan, sampai-sampai sekolah dan perguruan tinggi islam menerbitkan pelajaran baru yaitu tafsir ilmi. Inti kajian dari tafsir ilmi adalah mengintegrasikan teori sains modern dengan al-Quran.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terkadang melupakan seseorang bahwa kesusastraan al-Quran tetap sebagai mukjizat yang agung. Ini terjadi ketika saya terlibat dalam sebuah diskusi, seseorang mengatakan bahwa kesusastraan al-Quran sudah tidak lagi relevan sebagai mukjizat, fase itu sudah berlalu ketika kaum Kafir Quraisy kehabisan kata-kata untuk menentang al-Quran.

Bukti kesusastraan al-Quran sebagai mukjizat teragung adalah kita tidak pernah bosan membaca maupun mendengarkannya. Sejatinya sastra adalah masalah rasa, kata dan ungkapan indah adalah yang sampai pesan dan maknanya kepada si pembaca dan yang mendengarkannya, walaupun dalam perkembangan ilmu sastra teori akan terus berkembang. Secara garis besar unsur sastra terbagi menjadi dua macam. Pertama, unsur intrinsik. Kedua, unsur ekstrinsik. Di dalamnya kita mengenal istilah tema, diksi, majas, alur, amanat, tokoh, seting, dan lain-lain.

Al-Quran adalah kitab dengan diksi atau pemilihan kata yang sangat kuat. Misalnya, pengguna kata yang bermakna manusia di dalam al-Quran menggunakan dua term yang berbeda, yaitu al-Nas dan al-Insan. Al-Nas artinya adalah manusia yang sudah dewasa, sehingga selalu digunakan untuk seruan yang menunjukan perintah atau larangan. Seperti yaa ayyuhannasu’budu robbakum (wahai manusia, sembahlah tuhanmu).

Sedangkan kata al-Insan maknanya adalah manusia secara umum, tidak terikat jenis kelamin, ataubatasan usia. Penyebutan al-Insan di dalam al-Quran biasanya berupa penjelasan tentang tabiat atau watak manusia itu sendiri, seperti dalam  penggunaan al-Nas dan al-Insan tepat dan konsisten.Perbedaan-perbedaan seperti ini tidak akan diketahui tanpa memahami dan menyelami makna yang terkandung di dalamnya.

Di dalam al-Quran juga terdapat kisah-kisah yang sangat menarik. Tidak berlebihan jika saya menyebutkan salah satu kisah yang sangat  menarik untuk disimak adalah kisah nabi Yusuf yang tertuang dalam surat Yusuf. Kisah yang penuh drama, konflik dan intrik. Perhatikan bagaimana saudara-saudara Yusuf merencanakan pembunuhan sampai berdusta kepada ayahnya (nabi Yaqub).

Konflik demi konflik diceritakan dengan apik. Permasalahan dengan Siti Zulaikha, tragedi apel berdarah, Yusuf dipenjarakan, menafsirkan mimpi dua tersangka yang berbeda, sampai kemudian bebas setelah menafsirkan mimpi raja tentang tujuh sapi gemuk dan tujuh sapi kurus.

Tidak berhenti sampai di situ, suasana tergambar mendebarkan ketika saudara-saudara Yusuf datang kepadanya meminta bantuan, tetapi satu di antara mereka yaitu bunyamin ditangkap karena di dalam tasnya terdapat pila menteri. “pantas saja dia mencuri, karena dulu saudaranya juga adalah seorang pencuri” kata saudara-saudara yusuf yang lainnya.

Klimaksnya  tertuang ketika ayah nabi Yusuf dapat kembali melihat, kemudian semua keluarganya masuk ke Mesir dengan aman. Yusuf berkata “ayah, Inilah tabir mimpiku dulu. Sesungguhnya Tuhan telah menjadikannya nyata”

Al-Quran terlalu rendah kalau disebut sebagai kitab kumpulan puisi atau kisah, lihatlah betapa kemukjizatan sastra dalam Al-Quran tidak lantas hilang dengan trend masyarakat modern yang lebih memperhatikan progress keilmuan dan sains. Al-Quran adalah petunjuk bagi semua manusia, tetapi dengan keindahan bahasanya banyak orang yang memeluk Islam, diantaranya adalah Labid bin Rabiah, Umar bin Khatab, Hakeem Olajuwon, Barbara Bush, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar