Media online adalah media yang pling sering
digunakan masyarakat di era digital saat ini. Akses yang mudah dan berita yang
up to date menjadi alasan masyarakt lebih memilih media online dari pada media
elektronik atau media cetak.
Berdasarkan data dari pemerintah bahwa pengguna
internet digandrungi oleh 132 juta jiwa, dari jumlah itu ada 129 juta yang
memiliki akun media sosial aktif, serta penggunaan internet penduduk indonesia
rata-rata menggunakan telepon seluler.
Kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah
angin segar bagi penikmat masalah kehidupan. Tapi bukan berarti tanpa celah,
sisi negatifnya kebebasan seringkali kebablasan, banyak media abal-abal yang
menyebarkan kebencian, menebarkan fitnah, maupun berita hoax.
Dewan Pers belakangan gencar memverifikasi
media-media massa. Tujuannya jelas, yaitu menekan media abal-abal yang mengadu
domba, berisikan faham radikal, memuat berita tidak sesuai fakta, menebar
kebencian, dan hal-hal lain yang senada.
Dewan pers juga akan memberikan logo tanda
lolos verifimasi kepada media-media yang memenuhi syarat dan ketentuan
yang ada, seperti berbadan hukum, terdaftar di kemenkumham, bersedia
meratifikasi pedoman-pedoman jurnalistik dewan pers, dan lain-lain.
Walaupun terdengar mengancam kebebasan pers dan
kebebasan berekspresi, jika dilihat dari tujuannya, verifikasi media bak
sertifikat halal dari MUI pada makanan. Kita sendiri harus cerdas memilah dan
memilih.
Berita bohong (Hoax) sudah mengangkasa di cakrawala media online:
mulai dari Facebook, Twitter, situs berita, artikel di blog dan lain-lain.
Situasi ini semakin parah ketika Hoax disebarkan ke berbagai aplikasi pengirim
pesan seperti BBM, Whatsapp, line, dan lain-lain. Tujuannya mungkin hanya
sekedar menyebarkan informasi tetapi jika yang di-Share adalah berita bohong artinya sama saja
menyebarkan kebohongan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa merebaknya hoax di sekeliling kita
saat ini sengaja dibuat oleh segelintir orang untuk beragam kepentingan:
politik, bisnis, hingga popalaritas. Celakanya, para konsumen dan distributor
hoax tak merasa dibodohi, Ini seperti orang yang mengkonsumsi narkoba, dia
merasa nikmat namun tidak merasa mengkonsumsi zat yang sangat berbahaya.
Pada masa Rasulullah berita hoax pun sudah menyebar luas, ketika
itu Aisyah dikabarkan selingkuh dengan Shafwan bin Mu’aththal sampai-sampai Rasul
sedikit "menjauhi" Aisyah, hingga akhirnya Allah membersihakn Aisyah
dari tuduhan-tuduhan yang tidak benar itu. (Lihat Surat an-Nur:11-22)
Pada masa sahabat sebuah berita terlebih berita
itu adalah sabda nabi Muhammad SAW tidak serta merta diterima jika tidak bersumpah
akan kebenarannya dan tidak bisa mendatangkan saksi. Seiring dengan
perkembangan zaman hadis semakin menyebar, para ulama hadtis menyaratkan
beberapa hal untuk menentukan apakah berita itu bersumber daru Rasul atau
bukan. Secara ringkas untuk menentukan keabsahan berita tersebut yaitu dengan
cara meneliti isi informasi dan informannya (rawi dan sanad).
Jadi, yang paling pertama kali dilakukan untuk
menanggapi sebuah berita adalah diam. Diam bukan berarti tidak peduli atau masa
bodoh, diam dengan tidak menunjukan reaksi yang berlebihan seperti marah atau
kesal sampai mendapatkan kejelasan berita tersebut.
Jika mengikuti langkah-langkah takhrij hadis,
untuk mengklarifikasi sebuah berita atau broadcast, kita harus mengetahui dari siapa
saja berita itu disampaikan sampai pada orang yang membuatnya, kemudian apakah
orang-orang itu jujur atau tidak, cerdas atau tidak. Semoga kita diberi
hidayah.
(tulisan ini seberlumnya sudah pernah diterbitkan oleh komppaq.org)
(tulisan ini seberlumnya sudah pernah diterbitkan oleh komppaq.org)